Riba


“Perbedaan antara Ekonomi Konvensional dan Ekonomi Islam”
(Riba)

Oleh :
Alex Afit Ardiansyah
(Mahasiswa S1 – Perbankan Syariah, Sekolah Tinggi Ekonomi Islam SEBI)

Assalamu’alaikum wr. Wb.

            Perlu kita ketahui bahwasanya dunia beberapa dekade terakhir dilanda krisis ekonomi, salah satu penyebab dari terjadinya krisis ekonomi didunia adalah karena diberlakukannya sistem riba (bunga) didalam perekonomian. Dunia akhir-akhir ini pun mengalami banyak permasalahan yang terjadi baik di dalam negeri maupun luar negeri seperti : resesi, pengangguran yang berkepanjangan, persoalan uang luar negeri yang menggunung, dan adanya kesenjangan sosial antara yang miskin dan yang kaya[1]. Ekonomi Islam memandang hal tersebut terjadi karena sampai saat ini sistem riba tetap diberlakukan. Yang menjadi pertanyaan apakah riba itu dan bagaimana pengaruh riba terhadap perekonomian.

            Riba secara bahasa adalah az-ziyadah yang berarti tambahan, tumbuh atau membesar. Secara istilah, riba didefinisikan sebagai pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara bathil. Dalam ekonomi Islam, riba diartikan sebagai pengambilan tambahan baik dalam transaksi jual-beli maupun pinjam-meminjam secara bathil atau bertentangan dengan prinsip-prinsip muamalat dalam Islam. Dasar hukum yang melarang kita untuk mengambil riba terdapat didalam beberapa surat dalam Al-Qur’an, diantaranya:

1.      Q.S. Al-Baqarah (2) : 275

“Orang-orang yang memakan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual-beli itu sama dengan riba. Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba. ......”

2.      Q.S. An-Nisa (4) : 29

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku suka sama suka diantara kamu. .....”

Yang dimaksud riba dalam ayat Al-Qur’an diatas adalah setiap penambahan yang diambil tanpa adanya transaksi pengganti/penyeimbang yang dibenarkan syariah. Selain itu kita dapat melihat dalil-dalil berkaitan dengan riba dalam hadits Nabi, diantaranya:

1.      Rasulullah saw. bersabda : “Sesungguhnya satu dirham yang diambil dari riba itu dosanya lebih besar disisi Allah daripada (dosa) 36 kali zina yang dilakukan oleh seseorang.” (HR. Ibnu Abi Dunya)

2.      Rasulullah saw bersabda : “Riba itu mempunyai 72 pintu, dan yang paling rendah dosanya seperti seseorang menyetubuhi ibunya. ......” (HR. Thabrani)

Riba terdiri dari beberapa macam seperti yang dijelaskan dalam tabel dibawah ini :

Riba
Riba dalam transaksi utang-piutang :
Riba dalam transaksi jual-beli :
1.      Riba Qardh
Adalah suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap orang yang berhutang.
1.      Riba Fadhl
Adalah pertukaran antar barang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda sedangkan barang yang dipertukarkan itu termasuk dalam jenis barang ribawi.
2.      Riba Jahiliyah
Adalah hutang dibayar lebih dari pokoknya, karena si peminjam tidak mampu membayar hutangnya pada waktu yang ditetapkan.
2.      Riba Nasi’ah
Adalah penambahan pembayaran karena adanya penangguhan pembayaran kembali.

Dalam tabel diatas dijelaskan bahwa salah satu jenis riba adalah riba fadhl, dimana terjadinya perbedaan takaran saat pertukaran barang yang termasuk barang-barang ribawi. Yang termasuk dalam kategori arang-barang ribawi, seperti :

1.      Emas dan Perak, baik itu dalam bentuk uang maupun bentuk lainnya.

2.      Bahan makanan pokok, seperti beras, gandum dan jagung serta bahan makanan tamba`han seperti sayur-mayur dan buah-buahan.Wallaahu A’lam bish Shawaab. Jazakumullah Khairan Katsiiraa.

Wassalamu’alaikum wr. Wb.



[1] Universitas Azzahra bekerjasama dengan Bank Indonesia, Modul Training of Trainers Perbankan Syariah (Jakarta: Universitas Azzahra, 2011), hal. 79

0 komentar:

Posting Komentar

About Us